Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Hallyu Menantang Indonesia


Istilah hallyu tidak asing lagi bagi para penikmat K-Pop (budaya populer asal Korea Selatan). Hallyu atau gelombang budaya dari Korea Selatan (dalam tulisan ini selanjutnya disebut Korea saja) sangat terasa di kehidupan generasi muda saat ini. Anak muda di negeri ini seakan terhipnotis oleh K-Pop. Secara instan menjamur boyband dan girlband Indonesia di panggung-panggung hiburan.
Salah satu bukti anak muda Indonesia terjangkit K-Pop, dengan dibanjirinya antrean penjualan tiket konser boyband asal Korea, Super Junior, oleh anak muda kita yang dikabarkan tiket sudah ludes terjual (7/4/2012). Lidah para remaja lincah melafalkan bahasa Korea dari setiap lirik lagu K-Pop.
Akibatnya banyak remaja berminat belajar bahasa Korea secara intensif. Fashion dan penampilan gaya Korea memiliki banyak pengikut di Indonesia. Gelombang Korea di Indonesia diawali masuknya berbagai drama Korea di layar televisi tiap rumah tangga.
Namun, yang paling terasa ledakannya adalah keberadaan boyband dan girlband Korea yang mampu meneguhkan budaya mereka bersama arus globalisasi. Musik sarat akan budaya populer. Musik menjadi sesuatu yang disukai banyak orang.
Pertunjukan musik memang bisa disinergikan dengan turisme. Oleh karena itu, musik Korea mampu menjadi aset bersifat kebudayaan maupun komersial.

Soft Power
Gelombang K-Pop di dunia tidak terlepas dari  dukungan pemerintah Korea Selatan. Komitmen tinggi tidak hanya dari industri musik Korea saja. Mereka menggandeng pemerintah dalam penggarapannya. Sejak 20 tahun lalu, rancangan Korea di masa depan agar mendunia dilakukan dengan mengandalkan budaya yang mereka miliki sebagai senjata.
Di tingkat kebijakan publik, untuk memajukan pasar musiknya di tingkat global Korea Selatan mengambil kebijakan antibarat. Pemerintah melarang musik asing dan dikembangkanlah musik yang harus mencerminkan identitas nasional.
Didukung akarnya yang kuat, ditunjang oleh manajemen yang baik dan dukungan pemerintah, Korea berhasil menapaki industri musik dunia. Ini tentu berasal dari kerja keras dan kecerdasan membaca pasar.
Korea memang sedang menjadi tren entertainment, dalam hal ini K-Pop. Budaya populer Korea seakan menjadi soft power bagi negara Korea Selatan. Bersandar pada K-Pop, Korea melakukan inflitrasi budaya di berbagai negara. Dalam konsep hubungan internasional, kekuasaan lunak mencakup pengaruh budaya seperti demam K-Pop saat ini.
Konsep soft power diperkenalkan oleh Joseph Nye dari Harvard University, yaitu penonjolan cara-cara nonmiliter dalam memengaruhi negara lain atau memoles citra melalui kekuatan politik, ekonomi dan kebudayaan. Infiltrasi dilakukan bukan dengan pemaksaan, ancaman maupun kekuatan militer.
Dukungan arus globalisasi mampu menekuk dunia yang luas dalam satu lipatan, dan serangan soft power Korea lewat K-Pop tak mampu ditolak begitu saja oleh dunia Internasional. Dengan musik yang merupakan wujud industri kreatif, Korea bisa menjual 13 sektor industri kreatif lainnya di Indonesia dan di  beberapa negara Asia.
Pedoman Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia yang diterbitkan Kementerian Perdagangan menyatakan ada 14 subsektor industri kreatif, yaitu periklanan, penerbitan dan percetakan, TV dan radio, film, video dan fotografi, musik, seni pertunjukan, arsitektur, desain, fashion, kerajinan, pasar barang seni, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak serta penelitian dan pengembangan, serta rencana penambahan subsektor kuliner.
Musik K-Pop dengan penampilan artisnya membawa efek domino bagi perekonomian Korea. Situs kompas.com (15/1/2012) memberitakan saat ini sederet butik kosmetik Korea merangsek masuk ke Indonesia, toko roti dan jaringan hypermarket Korea mulai tumbuh di Jakarta, produk otomotif dan gadget Korea mulai mengepung kehidupan kita.
Bahkan, “kampung” Korea juga tumbuh lengkap dengan fasilitas seperti bank, klinik, salon, restoran, hotel, tempat indekos, supermarket dan toko perlengkapan golf Korea di Jalan Senayan, Jakarta, serta Ruko Pinangsia Office Park, Karawaci, Banten. Berdasarkan data Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, saat ini ada 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia.

Potensi Indonesia
Bukankah Indonesia memiliki potensi untuk terjun dalam ranah budaya populer seperti yang dilakukan Korea? Tinggal bagaimana dukungan pemerintah kita dan manajemen industri musik menyulap industri kreatif Indonesia. Karakter identitas budaya Indonesia yang seharusnya mendarah daging pada para pemuda menjadi pekerjaan rumah tersendiri dalam rangka meluncurkan soft power Indonesia di karpet internasional.
Dunia hiburan kita masih belum maksimal menjadi soft power baru dalam pergaulan negara-negara di dunia selama kita masih mengecap budaya latah dan menjadi imitasi hasil infiltrasi negara lain. Mengikuti penambang lain yang sudah lebih dahulu mengenal medan merupakan perkara logis. Tidak salah jika kaum muda Indonesia berkeinginan fokus pada hal yang serupa dengan K-Pop.
Kita harus mulai bangkit dengan kemungkinan mendapatkan emas yang lebih besar dibandingkan yang diperoleh penambang sebelumnya. Meminjam pendekatan pemasaran, diferensiasi menjadi faktor unik dan nilai tambah untuk menarik perhatian konsumen industri kreatif Indonesia. Mengutip dimensi diferensiasi dari Hermawan Kartajaya, jika anak bangsa ingin populer layaknya boyband dan girlband Korea, mereka perlu memenuhi dimensi konteks, konten dan infrastruktur.
Pertama, dari sisi konten industri musik harus mampu menawarkan bagian tangible produk musiknya seperti gaya ketimuran yang patut kita bawa ke kancah internasional. Kedua, sisi konteks menawarkan nilai pada para penikmat produk budaya Indonesia. Penyelenggaraan festival Indonesia di beberapa negara dengan menyajikan pertunjukan seni budaya, kuliner, serta berbagai produk/barang Indonesia yang dijual dapat membangun komunitas penikmat budaya Indonesia yang loyal. Ketiga, sisi insfratruktur menunjuk pada kapabilitas sumber daya manusianya.
Kesimpulannya budaya Indonesia bisa jauh lebih baik dari budaya Korea asalkan kita sendiri mampu memenuhi berbagai aspek diatas tadi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar