Sebagaimana yang telah kita ketahui
istilah pacaran ini dulu sangatlah asing dan tak dikenal oleh para remaja seperti
sekarang ini, namun pada dewasanya pacaran sudah merebak bak jamur di musim
penghujan baik itu dalam lingkup kota maupun desa pada kalangan remaja di abad
ini. Para remaja ini seolah membuat suatu tradisi kebudayaan baru yang dalam
hal ini mengusung pacaran sebagai suatu budaya pada masanya. Sebenarnya mungkin
itu adalah sautu kewajaran yang biasa dalam pergaulan remaja kini bahkan
pacaran ini sekarang dianggap sebagai suatu kewajiban dalam prosesi pergaulan
mereka. Padahal ketika dahulu prosesi pacaran ini tidaklah ada bahkan khususnya
di Indonesia, pacaran itu dianggap sebagai suatu hal yang dianggap tabu dan
bahkan sangat dilarang karena tidak sejalan dengan nilai dan norma khususnya
dalam pandangan agama yang pada saat itu sifatnya sangat mengikat kuat terhadap
masyarakat. Lalu kenapa pacaran sekarang seolah menjadi tradisi yang sudah tak
mungkin lepas dari kehidupan remaja? Sebelum membahas hal tersebut, kebudayaan
sebagaimana yang telah kita ketahui adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa
manusia atau dalam pengertian lain, yakni berupa keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar. sedangkan pacaran menurut para
remaja sendiri adalah suatu ikatan perasaan cinta dan kasih antara dua individu
yakni lelaki dan perempuan untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat yang
pada esensinya untuk saling mengena lebi jauh untuk menuju proses upacara
sacral (menikah) atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok. Maka
dari pendefinisian itulah pacaran dinggap sebagi salah satu budaya masyarakat
khususnya remaja karena merupakan hasil ide, gagasan, dan aktivitas tingkah
laku keseharian mereka. Sehingga pada efeknya sekarang banyak para remaja
menganggap bahwa pacaran merupakan suatu hal yang wajib sebagai jalan mendapat
jodoh. Pada awalnya pacaran ini merupakan seperti yang telah dikemukakan diatas
sebagai prosesi mengenal satu sama lain dengan cara mengikat dan menyatakan
hubungan mereka kedalam bentuk yang bisa dikatakan formal agar dapat mengenal
secara intim. Namun pada perkembangannya pacaran disini seolah menjadi mode,
bila seorang belum pernah pacaran bisa dikatakan ketinggalan zaman. Hal seperti
itulah kiranya yang membuat remaja membangun persepsi wajibnya pacaran bagi
kalangan mereka. Kegiatan pacaran ini sebenarnya implikasi dari rasa kebutuhan
seseorang atau lebih karena kekurangan mereka dalam mendapat perhatian dan
pengertian sebagai makhluk sosial, sehingga timbulah suatu kekuatan atau dorongan
alasan yang menyebabkan orang tersebut bertindak untuk memenuhi kebutuhannya,
dalam hal ini pacaran Adapun pada dasarnya sekarang motif sosiogenetis yang
asalnya hanya menekankan pada individu untuk ingin dimengerti orang banyak
menjadi ingin diakuinya individu pada daerah tersebut. Sebagai contohnya hari
ini seseorang akan merasa dirinya minder terhadap orang lain yang mempunyai
pasangan (pacar) sedangkan ia tidak. Sehingga dapat di gambarkan sebagai
berikut: Kebutuhan Motiv Perilaku Bersosial. Sehingga pada penilaian diatas
lingkungan sosial sudah barang tentu sangat mempengaruhi seseorang. Terkait
masalah lingkungan sosial yang terjadi, ternyata pacaran sendiri sebenarnya
sudah diperkenalkan kepada para remaja antara lain karena pengaruh keluarga
khususnya keluarga perkotaan. Dimana sebagian orang tua menganggap jika ingin
mendapatkan pasangan hidup yang cocok baiknya harus saling mengenal secara
lebih intim lebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifatnya seperti apa, apakah
akan sejalan dan cocok ataukah tidak dengan menggunakan pacaran sebagai
jembatan prosesi tersebut. Akibatnya sekarang dengan adanya dorongan itupun
pacaran akhirnya berkembang dari suatu budaya menjadi sebuah tradisi. Budaya
pacaran ini pada masyarakat Indonesia dulu tidak terlalu berkembang melesat
seperti sekarang. Salah satu hal yang menjadikan budaya pacaran ini menjadi
tradisi adalah pada khalayak remaja adalah tak lain karena pengaruh media
teknologi abad sekarang yang selama ini serta merta menyoroti kegiatan-kegiatan
remaja yang di dalamnya lebih banyak terfokus kepada pacaran tersebut. Sehingga
pada efeknya melalui media para remaja menganggap pacaran sebagai tren atau
mode berbudaya pada abad ini. Awalnya pacaran tidak semudah itu merangsek masuk
kedalam culture masyarakat Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan nilai
dan norma masyarakat khususnya umat beragama Islam. Akan tetapi pacaran yang
sebelumnya orang menganggap sebagai sosiopatik atau sakit secara sosial karena
menyimpang terhadap norma, sekarang perlahan melumer dan berakulturasi dengan
budaya lingkungan sekitar yang karena pengaruhnya ini dibantu oleh media
sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi
pada masyarakat modern yang dimana amalgamasi (sambungan, campuran, keluluhan)
yang kompleks terjadi dan menghasilkan pacaran sebagai sebuah tradisi
kebudayaan pada para remaja khususnya pada perkotaan. Maka dalam hal ini
penulis menganggap bahwa pacaran juga merupakan tingkah laku yang dahulu
dianggap menyimpang terhadap norma, yang kemudian sejatinya sekarang menjadi
meluas pada masyarakat sehingga berlangsunglah deviasi situasional yang
kumulatif. Akan tetapi sebenarnya pacaran tidaklah terlalu menyimpang terlalu
jauh selama para remaja masih bisa memegang teguh terhadap nilai budaya
masyarakat yang ada. Sebagai kesimpulan akhir penulis berpendapat bahwa pacaran
pada buktinya menyatakan adanya inter-dependensi (saling ketergantungan) atau
ada ketergantungan-organik diantara disorganisasi sosial dan pribadi sehingga
mempengaruhi kebudayaan sebelumnya pada kebudayaan sekarang dengan mengaitkan
pacaran sebagai budaya dan tradisi kontemporer. Pacaran ini pun pada esensinya
sangat dipengaruhi oleh media sebagai hasil teknologi yang menyebabkan proses
asimilasi menjadi begitu mudah karena lingkup asimilasi kini menjangkau pada
ideologi dan budaya setiap individu dengan kemungkinan waktu bersamaan secara
kumlatif atau menyeluruh, sehingga terjadilah anggapan ataupun pandangan
masyarakat khususnya remaja mengenai pacaran sebagai prosesi kehidupan yang
harus dicoba dan dilalui
Anggapan inilah yang perlu kita
perhatikan dan coba untuk diluruskan. Karena sudah terlalu banyak kasus yang
merefleksikan bahwa pacaran di kalangan remaja lebih banyak sisi negatifnya dibanding
sisi positifnya.
0 komentar:
Posting Komentar