Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

R Programming

Sejarah
Software R ialah suatu program analisis data statistika dan komputasi yang termasuk golongan software Open Source yang dibangun setelah paket program S-Plus dengan bahasa pemrograman S. Proyek pembuatan software R pertama kali dikerjakan oleh Robert Gentleman dan Ross Ihaka dari Departemen Statistika Universitas Auckland pada tahun 1995. Karena kedua perintisnya berinisial R, maka software ini diberi nama R.
Sampai saat ini software R dikembangkan oleh semua penggunanya yang terhimpun dalam naungan R-core team yang merupakan pekerja keras dan sukarelawan (voulentir).


1.      1. Apa yang kalian ketahui dari max, min, length, sort?
- Max untuk mencari nilai paling besar pada suatu baris numeric
- Min untuk mencari nilai paling kecil pada suatu baris numerik
- Length untuk mengetahui panjang atau jumlah numerik pada suatu variabel
- Sort untuk mengurutkan dari numerik paling kecil ke yang besar

2.      2. Buatlah contoh koding dari max, min, length, sort!
>a=c (4,3,6,2,8,3,11,9,12)
>max (a)
>min (a)
>length (a)
>sort (a)

3.      3. Jelaskan pengertian dari mean, median dan modus serta rumusnya!
a. Mean
Mean dari sekumpulan data adalah jumlah seluruh data dibagi banyaknya data. Dalam R program rumus yang digunakan adalah mean=sum(data)/length(data)
b. Median
Median adalah nilai yang terletak di tengah dari data yang terurut. Dalam R program rumus yang digunakan adalah median=length(data)/2
c.
Modus merupakan nilai yang paling sering muncul atau nilai yang frekuensinya paling tinggi. Dalam R program rumus yang digunakan adalah modus = batas bawah + [panjang interval (b1/(b1+b2))]


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ketika Mimpi Yang Terwujudkan

Setelah cerita tentang temen-temen di bagian awal, di bagian kedua ini gue mau sedikit sharing tentang mimpi gue. Mimpi, yaa semua orang punya mimpi, dari yang bermimpi pengen punya uang banyak, keliling dunia, punya rumah gedongan, jadi artis, jadi orang terkenal, jadi professor, sampai jadi pemilik perusahaan. Semua orang bebas bermimpi, tapi cuma sedikit orang yang bisa mewujudkannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mereka Membuatnya Lebih Sempurna

Sebenarnya si temen gue di tingkat 1 itu ga cuma mereka aja, banyak temen lain yang belom sempet diceritain karena keterbatasan waktu dan kesempatan gue buat nulis, iya sekarang kuliah tingkat 2 udah dimulai dan tugas juga udah mulai berdatangan. Di kelas 1KA29 ini sejujurnya semua anggotanya udah membuat masa awal kuliah selama 4 tahun ini jadi ga boring. Oleh karena itu sedikit tribute gue buat mereka, gue ceritain secara singkat per-kelompok bermain ya :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dari Tawanya Dia Menyapa

Aprizal, iya cuma segitu doang namanya, tau dah kenapa, mungkin mau dibikin sepanjang apa juga namanya ya hasilnya tetep kaya gini *ehh hahahaha.

Aprizal biasa dipanggil ijal alias bedul alias gigi alias woles.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karena Tidak Seperti Yang Lainnya


2nd posting kali ini bakal gue kenalin sahabat lainnya yang berjenis kelamin....hmm....kalo secara biologis wanita, tapi secara psikologis dia pria, iya PRIA! Hohoho...


Dea Andini Andriati, biasa dipanggil bogel, dagu, bantet dan panggilan-panggilan lain yang ga sewajarnya untuk seorang wanita dewasa. Dia ga seperti cewe atau wanita pada umumnya, kenapa?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dia Berkacamata, Dia Hampa

Kisah pertama ini tentang teman, mungkin lebih tepatnya disebut salah satu sahabat diantara dua orang sahabat lainnya yang bakal diceritain nanti. Namanya Zimbabwe *ehh* Andhika Erlangga maksudnya.


Kenapa disebut sahabat?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerita Lainnya

Setelah ngeliat akhir postingan blog ini itu tanggal 21 April 2012 (iya gue tau itu udah lama banget -___-), akhirnya kepikiran untuk ngeramein blog ini dengan cerita-cerita yang gue alami sendiri. Terutama tentang temen-temen gue yang mungkin bisa dikategorikan "Gila Stadium Akhir", hohoho
Bagian awal Cerita Lainnya (iya ini mirip judul bukunya Ariel, Uki , Lukman, Reza, David) ini gue bakal sedikit mendeskripsikan satu per satu temen gila gue, kalo bisa si satu orang satu cerita. Ya liat aja perkembangannya ya, pantengin terus channel blog yang satu ini :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Membuat Program Pengoreksi Hasil Ujian pada Pascal

Beberapa pekan yang lalu saya mendapat tugas untuk membuat program pemeriksa hasil ujian, setelah tanya sana-sini sampai minta bantuan ke dosen akhirnya tugas itu bisa diselesaikan. Sedikit sharing untuk kalian semua yang mungkin juga mendapat tugas seperti ini, saya upload screenshot programnya

Program :

Outputnya :
 Semoga bisa bermanfaat..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bahasa dan Budaya Kekerasan


Di masyarakat ditemukan banyak kata menggambarkan kekerasan, seperti tabok, pukul, jitak. Bukankah itu semua menunjukkan dengan gamblang gambaran budaya masyarakat kita yang suka kekerasan?

Fenomena kekerasan dalam masyarakat kontemporer merupakan gugatan terhadap diktum bahwa bangsa ini adalah bangsa yang memiliki budaya luhur dan penuh sopan santun. Faktanya mengkonfirmasi bahwa peradaban-peradaban di dunia dibangun dengan begitu banyak darah, korban nyawa dan harta benda.

Demikian halnya di Indonesia, kata integrasi, kedamaian bukan barang sederhana yang mudah ditemukan, karena telah terjadi pergeseran-pergeseran nilai, struktur sosial dan kebudayaan yang mapan nampak tidak lagi ramah, kita gagal memberikan efek sejuk dan harmonis dalam masyarakat kita yang pada gilirannya menghasilkan frustrasi budaya. Salah satu yang signifikan berkontribusi dalam memicu kekerasan adalah persoalan bahasa. Lalu, bahasa mendamaikan atau memicu kekerasan?

Kesadaran berbahasa
Bahasa adalah bagian terpenting membentuk budaya sebuah bangsa. Secara terus menerus, bahasa merupakan piranti sosial yang mampu menjadikan masyarakat memiliki identitas. Melalui komunikasi oleh anggota masyarakat bahasa berperan selain sebagai alat komunikasi yang menunjukkan identitas dan karakter seseorang, tinggi rendahnya kualitas komunikasi lisan maupun tulisan seseorang dapat dilihat dari bahasa yang digunakan.

Semakin baik bahasa yang digunakan dalam komunikasi oleh pembicara maupun penulis, maka semakin mudah pula pendengar dan pembaca mendapatkan maksud dari pesan tersebut. Sebaliknya, apabila pembicara atau penulis menggunakan bahasa yang asal-asalan bahkan tidak sesuai dengan struktur kalimat yang seharusnya, maka interpretasi dari makna ungkapan tersebut akan lain dari apa yang diinginkan dan tidak jarang akan menimbulkan konflik serta kekerasan.

Dalam berkomunikasi verbal maupun tekstual, masyarakat cenderung mengunakan bahasa yang serampangan dan asal-asalan, hal ini diakibatkan karena komunikan menginginkan kemudahan dalam memilih kalimat yang digunakan. Tetapi kalimat tersebut tanpa disadari menimbulkan arti berbeda bagi pendengar dan pembaca. Kesalahan penggunaan kata dalam bahasa lisan maupun tulisan akan berakibat fatal bagi makna yang terkandung, apalagi penghilangan beberapa kata dalam suatu ungkapan dan kalimat tertentu secara langsung akan menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca dan pendengar.

Penggunaan bahasa yang tidak tepat sering menimbulkan konflik, sebab setiap kata yang menjadi ungkapan mengandung makna dan makna itu terbentuk berdasarkan persepsi dan interpretasi orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Ketidaktepatan pilihan kata yang digunakan akan menghasilkan persepsi yang tidak sesuai dengan harapan para komunikan. Kesalahan persepsi akan menjadi hambatan yang besar dalam proses komunikasi, bila hambatan yang ada tidak dikelola secara baik maka akan menimbulkan konflik, permusuhan, dan bahkan perang.

Beberapa waktu lalu, kita mendengar penggunaan kata “bangsat” dan “setan “oleh anggota DPR telah memicu timbulnya konflik antara elit politik di Indonesia. Apapun alasannya, penggunaan kata kasar oleh anggota DPR yang terhormat tidak bisa diterima. Anggota DPR seharusnya menggunakan bahasa yang santun sebab keberadaan mereka merupakan representasi dari rakyat Indonesia. Mereka harus memberikan contoh yang baik kepada publik tentang bagaimana berkomunikasi yang baik. Mereka berbicara bukan mewakili suara mereka sendiri tetapi mereka mewakili suara rakyat sebab mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Wajar saja bila masyarakat memprotes penggunaan kata “bangsat” dan “setan” sebab kedua makna kata itu sangat bertentangan dengan identitas terhormat yang melekat pada anggota dewan. 

Bahasa  adalah nafas dalam komunikasi, karena tidak ada komunikasi dalam situasi apapun yang lepas dari bahasa sebagai alatnya. Oleh karenanya, bahasa merupakan bagian penting dari kehidupan. Orang tidak bisa hidup tanpa bahasa sebab dalam setiap gerak kehidupan manusia berkaitan dengan bahasa. Karena begitu dekatnya hubungan bahasa dan manusia, sebagian dari kita cenderung kurang menyadari bahasa yang digunakan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran bahasa adalah mempelajari bahasa.

Bahasa dan identitas bahasa sangat berkaitan erat dengan penggunanya. Bahkan bahasa dapat merepresentasikan identitas penggunanya. Kata-kata yang terucap dari mulut seseorang dapat memberikan gambaran karakter, kepribadian, sikap, dan pandangan hidup. Jika seseorang menggunakan bahasa kasar maka ia cenderung mempunyai karakter kasar pula. Sebaliknya, jika menggunakan bahasa sopan, maka ia cenderung mempunyai karakter yang sopan pula. Dengan demikian perlunya kesadaran berbahasa yang baik dan mampu merepresentasikan citra diri dan karakter kita sebagai bangsa yang sopan dan beradab.

Kekerasan simbolik
Kekerasan simbolik adalah kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata kasar kepada seseorang. Kekerasan simbolik sama dampaknya dengan kekerasan fisik, kekerasan simbolik dapat merusak jiwa dan kepribadian seseorang. Lebih parahnya lagi, korban kekerasan simbolik cenderung mewarisi pengalaman kekerasan simboliknya yang alaminya. Akibatnya, orang yang sudah terbiasa dengan kekerasan simbolik akan cenderung mempunyai karakter kasar, emosional, anarkis, dan brutal.

Dalam realitas di masyarakat dapat ditemukan betapa banyak kata atau istilah yang menggambarkan kekerasan, seperti tabok, pukul, jitak, dan lain-lain. Mengapa demikian banyak kata yang berhubungan dengan tindak kekerasan tersebut?  Mengikuti teori Boas tentang hubungan bahasa dan budaya, bukankah itu semua menunjukkan dengan gamblang gambaran budaya masyarakat kita yang suka kekerasan?

Berbahasa selalu bersifat publik, artinya bahasa selalu tumbuh bersama di tengah masyarakat. Wittgenstein dalam teori Language Game-nya, menyatakan manusia memperlakukan  bahasa bagaikan sebuah permainan di mana ada pemain, penonton dan wasit. Sebuah permainan selalu memiliki aturan yang disepakati. Demikian juga berbahasa, tak sesiapapun bisa dengan seenaknya dan secara anarkis memberi makna dan memahami kata apalagi memaksakan makna sesuai yang dikehendaki tanpa melalui proses konvensi yang merupakan ciri fundamental bahasa.

Kita sering menjumpai berbagai kalimat yang sesungguhnya ambigu secara semantik dan salah penempatan secara pragmatik serta lebih bersifat mendiskreditkan seseorang atau komunitas tertentu ditempat-tempat umum serta kantor-kantor baik pemerintah maupun swasta. Bahkan ironisnya, kalimat-kalimat tersebut justru sering juga kita jumpai di institusi pendidikan dan bahkan di lembaga yang bergerak khusus di bidang bahasa. Kalimat-kalimat tersebut antara lain sebagai berikut:

“Pemulung masuk digebuk”, “Ngebut Benjol”, “Dilarang Kencing Di sini, Kecuali Anjing!”, “Masuk Tanpa salam, Keluar Tanpa Kepala”, “Dilarang Merokok”, “Tidak Menerima Sumbangan Dalam Bentuk Apapun”, “Ada uang Ada barang” “Tamu Harus Lapor!”, “Yang Membawa HP Harus Dimatikan”

Masih banyak kalimat-kalimat yang sengaja ditulis oleh masyarakat dalam kondisi tertentu yang bersifat ambigu dan kesannya merendahkan salah satu pihak dari proses komunikasi ini. Hal-hal diatas tentunya menimbulkan tanda tanya yang besar buat kita, apakah masih layak bangsa ini disebut sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang mengedepankan kesopanan, keluwesan, serta selalu santun dalam menggunakan kata dan kalimat?
Maka tidak aneh bila kekerasan di Indonesia sudah menjadi budaya yang terus menerus memperkuat akarnya karena perilaku sehari-hari kita sendiri. Oleh karena itu perhatian orang tua dalam mendidik, berperilaku dan bertutur katalah yang amat berperan penting dalam membangun generasi bangsa selanjutnya yang mungkin bisa mengembalikan julukan bangsa ini yang sering diberikan oleh orang-orang asing yaitu “Bangsa yang santun dan ramah”.

Sumber : http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=225774:bahasa-dan-budaya-kekerasan&catid=25:artikel&Itemid=44

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Budaya Pacaran di Kalangan Remaja


Sebagaimana yang telah kita ketahui istilah pacaran ini dulu sangatlah asing dan tak dikenal oleh para remaja seperti sekarang ini, namun pada dewasanya pacaran sudah merebak bak jamur di musim penghujan baik itu dalam lingkup kota maupun desa pada kalangan remaja di abad ini. Para remaja ini seolah membuat suatu tradisi kebudayaan baru yang dalam hal ini mengusung pacaran sebagai suatu budaya pada masanya. Sebenarnya mungkin itu adalah sautu kewajaran yang biasa dalam pergaulan remaja kini bahkan pacaran ini sekarang dianggap sebagai suatu kewajiban dalam prosesi pergaulan mereka. Padahal ketika dahulu prosesi pacaran ini tidaklah ada bahkan khususnya di Indonesia, pacaran itu dianggap sebagai suatu hal yang dianggap tabu dan bahkan sangat dilarang karena tidak sejalan dengan nilai dan norma khususnya dalam pandangan agama yang pada saat itu sifatnya sangat mengikat kuat terhadap masyarakat. Lalu kenapa pacaran sekarang seolah menjadi tradisi yang sudah tak mungkin lepas dari kehidupan remaja? Sebelum membahas hal tersebut, kebudayaan sebagaimana yang telah kita ketahui adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa manusia atau dalam pengertian lain, yakni berupa keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. sedangkan pacaran menurut para remaja sendiri adalah suatu ikatan perasaan cinta dan kasih antara dua individu yakni lelaki dan perempuan untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat yang pada esensinya untuk saling mengena lebi jauh untuk menuju proses upacara sacral (menikah) atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok. Maka dari pendefinisian itulah pacaran dinggap sebagi salah satu budaya masyarakat khususnya remaja karena merupakan hasil ide, gagasan, dan aktivitas tingkah laku keseharian mereka. Sehingga pada efeknya sekarang banyak para remaja menganggap bahwa pacaran merupakan suatu hal yang wajib sebagai jalan mendapat jodoh. Pada awalnya pacaran ini merupakan seperti yang telah dikemukakan diatas sebagai prosesi mengenal satu sama lain dengan cara mengikat dan menyatakan hubungan mereka kedalam bentuk yang bisa dikatakan formal agar dapat mengenal secara intim. Namun pada perkembangannya pacaran disini seolah menjadi mode, bila seorang belum pernah pacaran bisa dikatakan ketinggalan zaman. Hal seperti itulah kiranya yang membuat remaja membangun persepsi wajibnya pacaran bagi kalangan mereka. Kegiatan pacaran ini sebenarnya implikasi dari rasa kebutuhan seseorang atau lebih karena kekurangan mereka dalam mendapat perhatian dan pengertian sebagai makhluk sosial, sehingga timbulah suatu kekuatan atau dorongan alasan yang menyebabkan orang tersebut bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini pacaran Adapun pada dasarnya sekarang motif sosiogenetis yang asalnya hanya menekankan pada individu untuk ingin dimengerti orang banyak menjadi ingin diakuinya individu pada daerah tersebut. Sebagai contohnya hari ini seseorang akan merasa dirinya minder terhadap orang lain yang mempunyai pasangan (pacar) sedangkan ia tidak. Sehingga dapat di gambarkan sebagai berikut: Kebutuhan Motiv Perilaku Bersosial. Sehingga pada penilaian diatas lingkungan sosial sudah barang tentu sangat mempengaruhi seseorang. Terkait masalah lingkungan sosial yang terjadi, ternyata pacaran sendiri sebenarnya sudah diperkenalkan kepada para remaja antara lain karena pengaruh keluarga khususnya keluarga perkotaan. Dimana sebagian orang tua menganggap jika ingin mendapatkan pasangan hidup yang cocok baiknya harus saling mengenal secara lebih intim lebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifatnya seperti apa, apakah akan sejalan dan cocok ataukah tidak dengan menggunakan pacaran sebagai jembatan prosesi tersebut. Akibatnya sekarang dengan adanya dorongan itupun pacaran akhirnya berkembang dari suatu budaya menjadi sebuah tradisi. Budaya pacaran ini pada masyarakat Indonesia dulu tidak terlalu berkembang melesat seperti sekarang. Salah satu hal yang menjadikan budaya pacaran ini menjadi tradisi adalah pada khalayak remaja adalah tak lain karena pengaruh media teknologi abad sekarang yang selama ini serta merta menyoroti kegiatan-kegiatan remaja yang di dalamnya lebih banyak terfokus kepada pacaran tersebut. Sehingga pada efeknya melalui media para remaja menganggap pacaran sebagai tren atau mode berbudaya pada abad ini. Awalnya pacaran tidak semudah itu merangsek masuk kedalam culture masyarakat Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat khususnya umat beragama Islam. Akan tetapi pacaran yang sebelumnya orang menganggap sebagai sosiopatik atau sakit secara sosial karena menyimpang terhadap norma, sekarang perlahan melumer dan berakulturasi dengan budaya lingkungan sekitar yang karena pengaruhnya ini dibantu oleh media sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi pada masyarakat modern yang dimana amalgamasi (sambungan, campuran, keluluhan) yang kompleks terjadi dan menghasilkan pacaran sebagai sebuah tradisi kebudayaan pada para remaja khususnya pada perkotaan. Maka dalam hal ini penulis menganggap bahwa pacaran juga merupakan tingkah laku yang dahulu dianggap menyimpang terhadap norma, yang kemudian sejatinya sekarang menjadi meluas pada masyarakat sehingga berlangsunglah deviasi situasional yang kumulatif. Akan tetapi sebenarnya pacaran tidaklah terlalu menyimpang terlalu jauh selama para remaja masih bisa memegang teguh terhadap nilai budaya masyarakat yang ada. Sebagai kesimpulan akhir penulis berpendapat bahwa pacaran pada buktinya menyatakan adanya inter-dependensi (saling ketergantungan) atau ada ketergantungan-organik diantara disorganisasi sosial dan pribadi sehingga mempengaruhi kebudayaan sebelumnya pada kebudayaan sekarang dengan mengaitkan pacaran sebagai budaya dan tradisi kontemporer. Pacaran ini pun pada esensinya sangat dipengaruhi oleh media sebagai hasil teknologi yang menyebabkan proses asimilasi menjadi begitu mudah karena lingkup asimilasi kini menjangkau pada ideologi dan budaya setiap individu dengan kemungkinan waktu bersamaan secara kumlatif atau menyeluruh, sehingga terjadilah anggapan ataupun pandangan masyarakat khususnya remaja mengenai pacaran sebagai prosesi kehidupan yang harus dicoba dan dilalui
Anggapan inilah yang perlu kita perhatikan dan coba untuk diluruskan. Karena sudah terlalu banyak kasus yang merefleksikan bahwa pacaran di kalangan remaja lebih banyak sisi negatifnya dibanding sisi positifnya.

Sumber : http://priel12.wordpress.com/sejarah-candi-prambanan/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS